
RADARNASIONAL,-LBH RAKYAT dan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kabupaten Banggai Kepulauan mendesak kementerian/lembaga pemerintah untuk memprioritaskan penyelesaian legalisasi dan redistribusi hak atas tanah bagi masyarakat pesisir (nelayan tradisional, perempuan nelayan, pembudidaya ikan, petambak garam, dan pelestari ekosistem pesisir).
Hal ini terurai dalam Pertemuan Pendidikan Paralegal – Hukum Adat yang bertajuk “Mencari Solusi Kedaulatan Masyarakat Adat dalam Pembaruan Agraria Sejati” yang diselenggarakan oleh LBH Rakyat di Salakan, Ibukota Kabupaten Banggai Kepulauan pada 23 Maret 2021.
Direktur LBH Rakyat Khasogi Hamonangan SH bersama Advokat Rakyat Agussalim SH dalam Data mencatat, permasalahan pengelolaan agraria di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Provinsi Sulawesi Tengah yang memiliki dua Kabupaten Kepulauan, Banggai Laut dan Banggai Kepulauan masih terjadi kekosongan hukum dalam kebijakan perlindungan Kewilayahan dan Kependudukan atas Hak – Hak Sumber Kehidupan Agraria dengan berbagai bentuk hubungannya pada Sumber Daya Alam.
Hal ini dimulai dari mengeksklusi masyarakat pesisir dari pulau-pulau kecil dalam berkenan dengan pemberian Hak Guna Bangunan untuk investasi pembangunan wisata bahari, reklamasi pantai yang mengenyampingkan hak akses untuk melintas di laut bagi nelayan tradisional, dan tumpang-tindih peruntukan ruang di wilayah pesisir yang merugikan hajat hidup masyarakat pesisir masih mengalami kekosongan kebijakan khusus yang mengakomodirnya.
Advokat Rakyat Agussalim SH selaku Deputi Bidang Paralegal dan Penguatan Jaringan LBH Rakyat yang turut hadir di dalam pertemuan Masyarakat Adat Banggai kepulauan mengatakan, “Dalam rangka mengatasi ketimpangan dan konflik agraria di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, Pemerintah pusat dan daerah mesti lebih pro aktif dalam memfasilitasi masyarakat pesisir untuk mendapatkan hak atas sumber Daya agrarianya, seperti tanah/tambak/perairan pesisir yang menjadi wilayah tangkapan ikannya”.ungkapnya
Lanjut dari pada itu, Seperti diketahui, Undang-Undang No. 7 Tahun 2016 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam misalnya dapat memberikan mandat kepada Negara untuk memastikan Hak atas Sumber Daya Agrarianya.
“Pemerintah wajib memastikan adanya perlakuan yang sama (equal treatment) dan menghindari praktek diskriminasi kepada nelayan tradisional, perempuan nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya pesisir.red
Terlebih, ada 2 rezim pengaturan hak atas agraria, yakni rezim pertanahan sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria dan belakangan lahir Undang-Undang No. 1 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil,”.red
Direktur LBH Rakyat Khasogi Hamonangan SH,menambahkan “LBH Rakyat mendesak, kepada Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah dan Pusat, untuk aktif mendatangi desa-desa pesisir dan membuka partisipasi masyarakat pesisir seluas-luasnya dalam penyusunan rencana zonasi guna mewadahi kepentingan mereka dan mempercepat agenda reforma agraria di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.ujarnya
Begitu juga Agussalim SH menegaskan ” Kalau ini sudah dilakukan Pemprov Sulteng, saya butuh buktinya, sebab saya lihat dilapangan, Rakyat di Kabupaten Banggai Kepulauan dan Banggai Laut belum tahu persis adanya kebijakan pro rakyat dari agenda Reforma agraria di masyarakat pesisir pantai dan kepulauan.