RadarNasional-Palu-Musim penghujan sudah datang sejak Desember 2021 sampai sekarang di seluruh Indonesia dan sudah menelan beberapa korban akibat banjir. Hujan selain memberikan berkah air berlimpah, tetapi karena ulah manusia juga, hujan menyebabkan banjir yang merusak insfrastruktur, tanaman, ternak dan bahkan memakan korban manusia.
Sampai tulisan ini dimuat untuk keduakalinya Jl. Abdurahman saleh Kota Palu masih berlobang dan rusak. Memang aspal paling rentan oleh air. Maka jika air hujan tidak bisa langsung mengalir ke saluran air di sisi jalan raya dan tergenang untuk beberapa lama, aspal jalan akan terkelupas dan berlubang.
Satker PJN II Sulawesi Tengah Rhismono dalam tanggapannya di beberapa pekan saat terkonfrimasi mengatakan “Sudah mengintruksikan Dan menyurat kepada Pihak Kontraktor PT. Nindya Karya untuk segera diperbaiki “.Jelasnya
Namun apakah statment Satker PJN II ini hanyalah bualan semata atau pihak PT. Nindya Karya yang sudah masa bodoh dengan kondisi jalan tersebut??!! Bagaimana dengan anggaran yang ratusan milyard yang ada apakah sudah dibayarkan 100 persen sehingga pihak Kontraktor acuh tak acuh??
Di Indonesia pembangunan dan perawatan jalan sangat sarat korupsi. Jadi kualitas aspalnya buruk dan kadang tidak ada saluran airnya. Sehingga sudah dapat dipastikan jalan-jalan di Indonesia akan cepat hancur kala musim hujan datang.
Jika jalan berlubang atau rusak, idealnya segera dilakukan perbaikan oleh Pemerintah setempat. Sayangnya di Indonesia persoalan kewenangan memperbaiki jalan saja terkotak-kotak. Dalam satu wilayah atau kota, tanggung jawab perawatan dan perbaikan jalan berbeda-beda. Ada yang harus dilakukan oleh Pemda setempat namun ada juga yang harus Pemerintah Pusat. Sangat membingungkan publik.
Dasar Hukum dan Kewenangan Penyelenggara Jalan
Sesuai dengan Keputusan Menteri (Kepmen) Pekerjaan Umum (PU) No. 631 / KPTS / M / 2009 tentang Penetapan Ruas-ruas Jalan Menurut Statusnya Sebagai Jalan Nasional Bukan Jalan Tol, jelas bahwa sebagian jalan di berbagai wilayah kota atau Kabupaten masih berstatus jalan Nasional. Tentunya semua biaya perawatan dan perbaikannya berada di Direktorat Jenderal Bina Marga, Kementerian PU.
Jadi jika publik merasa terganggu atau bahkan menjadi korban kerusakan jalan, kita harus paham siapa yang berwenang mengurus ruas jalan dimaksud. Apalagi jika ingin melakukan tuntutan hukum sesuai dengan Pasal 273 Ayat (1), (2), dan (3) UU No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Langkah Publik
Kewenangan dan tanggung jawab penyelenggara jalan telah diatur pada Pasal 24 ayat (1) UU No. 22 tahun 2009, yaitu : “Penyelenggara Jalan wajib segera dan patut untuk memperbaiki jalan yang rusak yang dapat mengakibatkan kecelakaan lalu lintas”. Sedangkan Pasal 24 ayat (2) menyatakan : “Dalam hal belum dapat dilakukan perbaikan Jalan yang rusak sebagaimana dimaksud pada ayat(1), penyelenggara jalan wajib memberi tanda atau rambu pada Jalan yang rusak untuk mencegah terjadinya kecelakaan lalu lintas.”
Jadi kerusakan jalan Abdurahman saleh jalur Bandara Mutiara Sis-Aljufri Kota Palu yang dikerjakan oleh PT.Nindya Karya adalah mutlak menjadi tanggung jawab Kementrian PUPR Balai Pelaksanaan Jalan Nasional Sulawesi Tengah untuk segera memperbaikinya. Termasuk jika sampai ada korban luka atau meninggal, Pelaku Jasa (Kontraktor) bersama Balai Jalan Nasional Sul-Teng yang harus bertanggung jawab . Mereka harus membuat rambu-rambu yang mudah dilihat oleh pengendara dan jika pengendara menuntut harus siap.
Perintah Pasal 273 ayat (1) jelas, yaitu: “Setiap penyelenggara Jalan yang tidak dengan segera dan patut memperbaiki Jalan yang rusak yang mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) sehingga menimbulkan korban luka ringan dan/atau kerusakan Kendaraan dan/atau barang dipidana dengan penjara paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah)”.
Selanjutnya ayat (2) menyatakan:”Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan luka berat, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah)”. Ayat (3) menyatakan : “Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang lain meninggal dunia, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah)”.
Selain itu menurut ayat (4): “Penyelenggara Jalan yang tidak memberi tanda atau rambu pada Jalan yang rusak dan belum diperbaiki sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah)”.
Jadi jelas jika penyelenggara jalan, apakah pihak kontraktor PT.Nindya Karya Dan Kementerian PU lalai menjalankan perintah Pasal 24 UU No. 22 tahun 2009, maka pengguna jalan dapat menuntut secara pidana sesuai dengan Pasal 273 ayat (1), (2), (3) dan (4) tersebut. Untuk Indonesia yang lebih baik, sebaiknya masyarakat tidak perlu ragu dalam menggunakan haknya sebagai pengguna jalan.