Radarnasional-Rustam selaku perwakilan masyarakat Desa Buleleng, Kecamatan Bungku Pesisir, Kabupaten Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah, mendatangi Kantor Lembaga Bantuan Hukum Sulawesi Tengah (LBH Sulteng) di jalan Yojokodi no 67, Besusu Tengah, Kecamatan Palu Timur, Jumat (4/11/2022).
Kedatangan Rustam guna meminta pendampingan hukum serta mengadukan dugaan tindakan kriminalisasi dan intimidasi yang dialami masyarakat desa Buleleng, dugan perampasan sertifikat tanpa sepengetahuan masyarakat pemilik sertifikat, serta dugaan pengrusakan dan penyerobotan lahan bersertifikat masyarakat Buleleng yang dilakukan PT. BCPM.
Advokat Rakyat Agussalim, SH bersama Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Sulawesi Tengah saat dikonfirmasi memembenarkan adanya pengaduan dari perwakilan masyarakat Buleleng soal konflik agraria yang terjadi antara masyarakat tani dan perusahaan tambang nikel PT. BCPM.
Bahkan sempat melakukan rapat bersama antara Rustam dan sejumlah Anggota dan Staf LBH Sulteng membahas kasus tersebut. Menanggapi aduan perwakilan masyarakat Buleleng, Advokat Rakyat Agussalim, SH menyatakan kesiapan untuk mendampingi masyarakat tani di desa Buleleng yang akan ditindaklanjuti dengan penandatanganan surat kuasa dari masyarakat yang sudah ditersangkakan saat ini sekaitan dengan laporan pemalsuan dokumen.
“Kami sangat menyayangkan terjadinya penyitaan SHM oleh oknum Polda Sulteng yang tanpa diketahui masyarakat tani selaku pemilik. Untuk itu, Ia mengutuk keras tindakan penyitaan yang dinilai sebagai bentuk perampasan,” ungkap Advokat Rakyat Agussalim, SH.
Menurut Advokat Rakyat Agussalim,SH, hari ini terjadi konflik agrarian di Desa Buleleng. Dimana ada penyingkiran dan Perampasan (EKOSOB) Hak-Hak Ekonomi Sosial Budaya, dimana menjadikan masyarakat objek kekerasan perdata atas lahan mereka.
Terkait adanya keterangan dari Humas Polda mengenai pelaporan soal sertifikat yang disebut tidak ada hubungannya dengan konflik yang terjadi antara perusahaan tambang PT. BCPM dengan masyarakat Buleleng, ya silahkan kalau normatifnya demikian.
“Bicara soal Hak Asasi Manusia tentu kita mempertanyakan, kenapa terjadi penyitaan SHM secara sepihak dan terkesan dipaksakan, tanpa adanya konfirmasi dari pemilik, maupun pemerintah desa dan pemerintah kecamatan. Kalau ada persoalan keperdataan antara masyarakat, kenapa tidak dipersoalkan sebelumnya?. Kenapa baru ada investasi, bahkan nanti adanya sengketa lahan antara pihak perusahaan PT. BCPM dengan masyarakat Buleleng baru muncul laporan tersebut?,” beber Agussalim.