Radarnasional, SULTENG – Ketika pidato di Hari Pers Nasional di Medan Sumatera Utara 9 Pebruari 2023, saya tepat sisi kiri baris ketiga, Presiden Joko Widodo. Presiden memberi deadline sebulan untuk menyusun draft peraturan presiden (Perpres) tentang keberlanjutan media. ‘’Nanti saya ikut langsung membahas,’’ tekan Jokowi disambut applaus yang hadir di gedung serba guna itu.
Informasi yang saya peroleh dari kawan – kawan pegiat (faktanya jauh dari kata pengusaha media) bahwa Dewan Pers (DP) dan Kementerian Kominfo RI mengusulkan draft Perpres. Tentu jangan sampai perbuatan tergesa-gesa itu, memberi catatan buruk alias protes dari pegiat media startup di daerah. Mengapa?
Bapak Jokowi, sebagai pelaku dan pegiat media startup di daerah, kami menyarankan agar tidak terburu-buru menerbitkan Perpres tentang Keberlanjutan Media yang justru mematikan media media startup di daerah.
Bapak presiden yang mulia, sebagai pelaku media online di daerah, khususnya kami yang di Sulawesi Tengah belum lama keluar dari tiga bencana besar. Bencana konflik sosial kemanusiaan di Kabupaten Poso sejak 1999 – hingga akhir 2021. Kedua bencana alam gempa bumi, likuifaksi dan tsunami 2018 lalu menelan ribuan nyawa dan ambruknya ekonomi lokal. Disusul bencana non alam Covid 19 (2021-2022).
Bapak presiden, di Sulteng ribuan media startup yang dikelola dengan modal semangat. Modal jurnalistik. Minim skill managemen bisnis media. Niat baik mengelola media tentu berusaha mengedepankan jurnalisme otentik. Baik dan memenuhi standard kode etik.
Ribuan media online itu berdarah-darah dengan masing masing kemampuannya membiayai sendiri medianya. Membangun website sendiri, membeli template dan domain sendiri. Yang memiliki conten creator tentu menggaji, biaya operasional listrik dan telekomunikasi. Membuat perusahaan tentu membayar pajak.
Tak ada sedikit pun subsidi pemerintah pada pelaku media startup di daerah dari kementerian Kominfo. Bekerja sama pemberitaan dengan pemerintah daerah pun profesional. Bila ditaksasi harga per berita lebih mahal bayar parkir kendaraan Pak Presiden. Miris bukan?
Bapak Presiden Joko Widodo yang bijaksana, pelaku media startup di Sulteng tak jauh berbeda dengan wilayah wilayah lain di Indonesia Timur. Terlebih pasca bencana Covid 19. Terseok-seok, kepala jadi kaki – kaki jadi kepala. Tak sudi satu pun perbankan melirik pelaku media startup. Kami belum dilirik sebagai pangsa pasar usaha yang menjanjikan. Bahkan, bisnis media startup secara umum di daerah dilihat sebagai pihak yang ditakuti.
Saya mendengar langsung di arena HPN 2023 Medan, Bapak presidenm eminta BUMN dan Pemda turut memberikan kontribusi bagi pengembangan media yang berkelanjutan. Akibat ancaman disrupsi dan krisis dunia saat ini.
Bapak juga menyinggung soal kue iklan yang masih 60 persen dikuasai platform – platform sosial media. Saat itu saya berguman, ‘’bapak telah memahami benar tantangan dan kesulitan media startup saat ini.’’
Terus terang kebijakan DP melakukan verifikasi media dengan label pendataan tak banyak menolong keberlanjutan media stratup di daerah. Justru label verifikasi adminitrasi yang selalu berubah – ubah syarat menjadi keluhan jamak pelaku media di daerah. Belum banyak membantu sebagai jembatan keberlanjutan media secara profesional ke perbankan dan stakeholders lainnya.
Bapak presiden, jurnalisme berkualitas, independen dan kuat hanya dapat dibangun dengan pondasi perusahaan media startup yang profesional. Yang dilindungi oleh kebijakan afirmatif selaku kekuatan keempat demokrasi. Penyajian informasi yang benar sebagai hak publik juga mudah dilakukan untuk melawan informasi receh dan tidak otentik yang masif di dunia sosial media. Bapak Presiden Jokowi, mohon ambillah peran ini untuk menyelamatkan media startup di Indonesia. Jadikan ini legacy membangun peradaban Pers yang kuat pasca terbitnya UU No 40 Tahun 1999 Tentang Pers.
Mohon Bapak Presiden yang mulia, Draft Perpres dari DP dan Kemen Kominfo untuk dapat dikaji dengan seksama dalam tempo yang tidak tergopoh – gopoh hanya karena deadline Bapak presiden.
Salam Pancasila. ***