Radarnasional-,Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, masih menjadi daerah dengan prevalensi kasus stunting tertinggi di provinsi ini. Data menunjukkan angka prevalensi stunting sebesar 40,7% pada 2021, turun menjadi 36,8% pada 2022, dan 26,4% pada 2023.
Meski menurun, angka ini masih jauh dari target nasional sebesar 14% pada 2024. Kabupaten Sigi bahkan tetap menduduki peringkat pertama kasus stunting tertinggi di Sulawesi Tengah.
Sebagai respons terhadap tingginya angka stunting, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Palu (UM Palu) dan Fakultas Pertanian Universitas Tadulako (Untad) melaksanakan kegiatan Pengabdian Kemitraan Masyarakat bertajuk “Pencegahan dan Pengendalian Stunting melalui Pembuatan Makanan Tambahan Berbahan Dasar Lokal.”
Kegiatan ini mendapat pendanaan dari Departemen Pendidikan, Riset, dan Teknologi pada 2024.
Kegiatan ini menyasar kader Posyandu Puskesmas Biromaru di Desa Loru, Kecamatan Sigi Biromaru.
Dari sisi kesehatan, kader posyandu diberi edukasi terkait dampak stunting terhadap anak dan pelatihan pembuatan biskuit berbahan dasar labu kuning sebagai makanan tambahan pendamping ASI.
Sementara dari aspek pertanian, para kader diberi pelatihan budidaya labu kuning di lingkungan rumah mereka.
Kegiatan ini bertujuan meningkatkan pengetahuan mitra tentang stunting, meningkatkan keterampilan mengolah pangan lokal sebagai makanan tambahan pendamping ASI, serta memberikan keterampilan budidaya labu kuning. Output dari kegiatan ini adalah produk biskuit berbahan dasar labu kuning yang diberi nama “Biskuit Toboyo.”
Nama “Toboyo” diambil dari istilah lokal untuk labu kuning dalam bahasa Kaili. Labu kuning dipilih karena kandungan gizinya yang kaya akan protein, karbohidrat, vitamin, dan mineral yang membantu memenuhi kebutuhan nutrisi anak stunting.
Biskuit ini dirancang khusus untuk anak usia 6-24 bulan, dengan tekstur lembut tanpa gula pasir atau pemanis buatan. Bentuknya dibuat menarik dengan karakter hewan seperti gajah, jerapah, dan onta, sehingga balita lebih tertarik mengonsumsinya.
Testimoni dari pemberian biskuit ini menunjukkan antusiasme tinggi dari balita. Rata-rata balita mampu menghabiskan lebih dari dua biskuit, menunjukkan rasa gurih dan bentuknya berhasil menarik minat anak-anak.
Untuk keberlanjutan program, tim pengabdi akan terus memantau dan mengevaluasi kegiatan ini di Desa Loru. Mereka juga berencana melakukan pengembangan program lebih lanjut di tahun-tahun mendatang demi menurunkan prevalensi stunting di Kabupaten Sigi.
Penulis :
DR. Zhanaz Tasya, SKM.,M.Kes
(Ketua Pengabdian Kemitraan Masyarakat)