RADARNASIONAL,SULTENG-Advokat Rakyat sekaligus Koordinator Nasional Serikat Pekerja Hukum Progresif (SPHP), Agus Salim, SH, melayangkan desakan keras kepada pemerintah untuk segera memberlakukan moratorium terhadap seluruh aktivitas perkebunan sawit ilegal di Sulawesi Tengah, khususnya yang dilakukan oleh PT Tenera (TEN) dan PT Citra Mandiri Pratama (CMP) di Kabupaten Tolitoli.
Agus menyebut kedua perusahaan tersebut diduga telah mengelola lahan perkebunan kelapa sawit tanpa mengantongi Hak Guna Usaha (HGU) yang sah, serta menanam sawit di atas tanah milik masyarakat tanpa ganti rugi.
“PT TEN dan CMP beroperasi tanpa dasar hukum yang jelas. Mereka menanam sawit di atas lahan warga, padahal izin awal hanya untuk sengon dan karet. Ini pelanggaran nyata,” tegas Agus, Jumat (20/6).
Lebih jauh, ia menuding Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sulawesi Tengah turut melegitimasi keberadaan perusahaan-perusahaan ini, tanpa mempertimbangkan dampak sosial dan konflik agraria yang meluas. Agus menilai BPN gagal menjalankan fungsi pengawasan dan perlindungan terhadap hak rakyat.
“BPN seharusnya menjadi benteng rakyat, bukan malah memperkuat posisi korporasi yang melanggar,” ucapnya.
Konflik antara warga dan perusahaan disebut telah terjadi sejak awal operasi—mulai dari proses pembebasan lahan, pembukaan jalur tanam, penanaman, hingga masa panen. Agus menyebut banyak warga yang memiliki bukti kepemilikan sah, namun lahan mereka justru dikuasai sepihak oleh perusahaan.
Janji Kebun Plasma Tak Pernah Terpenuhi
Senada, Direktur LBH Rakyat, Marwan, mengungkapkan bahwa skema kemitraan plasma yang dijanjikan justru merugikan warga. Ia menyebut petani hanya menerima Rp60 ribu per bulan dari lahan seluas 0,8 hektare yang dikelola sebagai kebun plasma.
“Perusahaan berjanji memindahkan kebun plasma ke lokasi baru, tapi itu hanya isapan jempol. Sampai hari ini, lahan masyarakat tetap dikuasai sebagai kebun inti,” kata Marwan.
Ia juga mengungkap bahwa penguasaan lahan oleh grup usaha ini sangat besar dan diduga melampaui batas legal: PT TEN dan CMP masing-masing menguasai sekitar 20.000 hektare, sementara PT Sonokeling Buana sekitar 19.500 hektare—total lebih dari 59.500 hektare.
Pergantian Kepemilikan, Masalah Makin Tajam
Menurut Marwan, PT TEN dan CMP sebelumnya dimiliki oleh Antoni Suryanto, lalu diambil alih oleh Grup Artalita Suryani sekitar tahun 2012-2013. Setelah itu, perusahaan tidak lagi mengikuti rencana awal untuk menanam sengon dan karet, melainkan langsung beralih ke kelapa sawit.
“Artalita Suryani datang, semua berubah. Tak ada lagi niat tanam karet dan sengon. Sawit jadi andalan, rakyat jadi korban,” ungkap Marwan.
Desak Pemerintah Tegas dan Evaluasi Izin
Keduanya menuntut pemerintah pusat, provinsi, dan daerah untuk segera melakukan audit menyeluruh atas perizinan perkebunan di Sulawesi Tengah serta menghentikan semua aktivitas yang tidak sesuai hukum. Mereka juga meminta Satgas Penanganan Konflik Agraria segera turun tangan untuk menyelesaikan konflik ini secara adil dan transparan.
“Pemerintah jangan ragu! Ini saatnya berpihak pada rakyat, bukan padakorporasi,” pungkas Agus Salim. (*)